Sumarlina: RRI Masih Dipaksa Terlibat Politik Praktis

RUMAH PERUBAHAN | RTRI

Sumarlina memulai karir di RRI sebagai penyiar pada 1979. Ia memulainya dari RRI Sumenep. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Stasiun beberapa kota di Indonesia. Seperti RRI Jember, Gorontalo, Makasar, Pekanbaru, dan kini menjadi Kepala Stasiun RRI Yogyakarta.Selain menjadi Kepala Stasiun, karirnya juga diisi sebagai pengasuh program Arena Pelajar. Pada program berisi pertunjukan teater ini ia membacakan puisi. “Yang ngajari saya saat itu juga pak Rohanudin,” ungkap Sumarlina di sela acara serah terima jabatan Kepala LPP RRI Yogyakarta pada 12 Oktober 2016. “Beliau yang mengenalkan saya pada mikrofon,” tambah Sumarlina dengan hormat.

Pada perhelatan ini, penyiaranpublik.org juga sempat mewawancarai Kepala RRI Yogyakarta ini setelah acara sertijab rampung. Petikan wawancara dengan Sumarlina, Kepala RRI Yogyakarta, dengan Rumah Perubahan LPP dapat disimak berikut ini.

 

Sekarang RRI telah menjadi Lembaga Penyiaran Publik, menjadi flag carrier, menjaga kedaulatan publik. Ini tentu tidak akan sempurna jika tidak ada Undang-Undang yang memayungi itu. Ini soal RUU RTRI. Selama 2015 sampai sekarang, DPR RI tak kunjung membahas itu.

Menurut saya ini kan sudah lama ya. Sudah lama diusulkan dan sudah menajdi rancangan, tetapi karena berubah kepemimpinan, maka dimulai lagi dari awal. Menurut saya ya kami berharap secepatnya RRI dan TVRI ini mendapat status kelembagaan yang betul-betul kuat secara undang-undang dan menjadi lembaga penyiaran publik yang sesungguhnya. Artinya memang dukungan publik untuk LPP RRI dan TVRI ini sangat diperlukan, karena me-manage publik RRI ini akan menjadi suatu lembaga yang betul-betul berorientasi kepada kepentingan publik. Oleh sebab itu kami berharap DPR dengan pihak terkait segera merampungkan RUU RTRI ini sehingga kami bisa menjalankan tugas dengan sebaik mungkin. Seoptimal mungkin sesuai dengan tuntutan keberagaman media dan tuntutan perkembangan media.

Soal RUU RTRI, status kelembagaan macam apa yang kira-kira ideal disematkan pada RRI dan TVRI.

Kalau menurut kami harus menjadi media yang independen. Supaya siapapun yang menjadi pimpinannnya nanti RRI tetap menjadi media yang tidak berpihak kepada golongan tertentu, tidak berpihak kepada siapapun, tetapi RRI komitmen menjadi lembaga yang betul-betul untuk publik.

Apakah yang sekarang belum independen?

Sekarang sudah independen, kami di manapun RRI sudah independen, tetapi yang perlu dipahamkan adalah stake holder kita. Kadang stake holder kita itu belum memahami sepenuhnya, ‘lha RRI ini kan milik pemerintah, lembaga publik, kami harus difasilitasi.’ Kadang, maaf, dalam penyelenggaraan politik praktis RRI masih dipaksa untuk terlibat. Tapi sekarang sudah membatasi diri dimana posisi kami dalam hal itu. Yang penting RRI dan awaknya tidak boleh berpolitik praktis. Dan RRI tetap harus di tengah-tengah.

Secara kelembagaan sekarang posisi RRI di mana?

Sekarang sudah netral. RRI tidak di bawah pemerintah. RRI itu lembaga negara. Seperti legislatif, eksekutif, yudikatif dan NKRI dan masyarakat publik RRI. Kalau pemerintah, berarti RRI, siapa yang memimpin kita ikuti itu. Tapi kalau negara, maka RRI itu lembaga negara. Begitu.

Kalau misal disuruh memilih, ada model (kelembagaan) UPT, BLU, ada model lembaga negara independen, ada lembaga negara setingkat menteri, kira-kira yang paling ideal yang mana?

Yang ideal ya ini, Lembaga Penyiaran Publik ( LPP ). Maka UU RTRI ini harus dibuat. Rancangan itu harus jadi.

Besok kan di pertemuan Asia-pasific Broadcasting Union (ABU) di Bali misinya Media For The Future, future media, itu kan nanti juga bagaimana era konvergensi, apalagi kalau di jogja kan menghadapai isunya keistimewaan dan sekarang juga lagi marak isu intoleransi di jogja, apa resep ibu untuk membuat konten RRI di jogja yang istimewa dan yang sekarang lagi marak isu intoleransi.

Karena sekarang era konvergensi media, maka tidak hanya di dalam terestrial siarannya, harus melalui di dalam jejaring sosial yang sudah dibuat RRI. Misalnya di RRI play, di youtube, di RRI net. RRI 30 detik, dan juga di beyoung. Nah itulah media-media yang dapat dipergunakan RRI sehingga RRI tidak hanya melalui frekuensi mendengarkannya. RRI sekarang sudah di ujung jari. Dengan RRI yang sudah masuk ke area media konvergensi ini maka kita sebagai awak RRI ini harus memaksimalkan konten di situ. Secara konsisten dan disiplin supaya masyarakat banyak tahu. Sekarang terus terang saja masyarakat belum tahu tentang optimalisasi RRI yang kekinian ini. Maka ke depannya RRI sendiri harus banyak bersosialisasi, RRI sendiri harus konsisten dalam mengisi konten-konten di media-media yang sudah dibuat RRI.

Rencana untuk RRI di jogja ada visi atau rencana ke depan?

Tentu saja karena DIY ini kaya akan budaya maka otomatis kita harus mengawal kelestarian budaya yang ada di jogja ini melalui siaran-siaran RRI yang berkonten lokal dengan meremajakan pendengar kita. Generasi pendengar kita, caranya kalau itu pagelaran budaya, maka itu bukan konten hnya diperuntukan untuk orang-orang tua, tapi harus juga bisa dinikmati oleh kawula muda. Nah ini kan sekarang nggak gitu ya. Padahal kawula muda ini yang harus ditransfer bagaimana budaya kita ini dilestarikan.

Apa yang bisa anda serukan pada DPR, Pemerintah, Publik, siapapun, tentang RTRI.

Kami mengajak seluruh elemen negara ini untuk bersama-sama RRI menjaga NKRI ini dengan kuat, mempertahankan NKRI ini dengan kuat sampai titik darah penghabisan melalui RRI. Mari kita masing-masing menjadi pelopor sekecil apapun kepeloporan kita. Maka jadilah pelopor dengan berbicara dan mendengarkan RRI. Untuk RTRI kami sebagai angkasawan RRI berharap kepada DPR RI dan pihak terkait untuk segera mewujudkan RTRI yang independen, sehingga kebersamaan kami dengan RTRI itu akan ada efisiensi di bidang infrastruktur, di bidang konten. Karena dengan bersatunya RRI di bidang konten dan TVRI, otomatis video dan audio sudah lengkap.

RUMAH PERUBAHAN | RTRI

One comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.