Visi Kebangsaan di Sertijab RRI Yogyakarta

foto oleh Andi Mardianto/ RRI Yogyakarta dimuat atas ijin Umi Iryani

Umi Iryani dan Sumarlina berjalan beriringan naik ke panggung auditorium Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta di Jalan Affandi. Keduanya sedang menjalankan seremoni serah terima jabatan (sertijab) Kepala LPP RRI Yogyakarta dari Pelaksana Tugas Umi Iryani ke Kepala Stasiun yang baru yaitu Sumarlina pada 12 Oktober 2016. Seakan ingin menunjukkan pesan dan warna kebangsaan yang selama ini disiarkan oleh seluruh angkasawan RRI, Umi Iryani berkebaya putih sedangkan Sumarlina berkebaya merah. Seperti warna bendera negara Republik Indonesia: merah putih.

Pesan visual ini juga bergema dalam sambutan Direktur Utama RRI, Muhammad Rohanudin, dalam acara sertijab ini. “Kita bukan sebagai bangsa penonton,” kata Rohandudin. “Kita adalah bangsa yang berjuang habis-habisan melalui siarannya agar publik memiliki keterikatan dengan bangsanya,” sambungnya. Rohanudin menegaskan, terutama di daerah perbatasan, RRI ‘meletakkan bendera merah putih’ demi membangun diplomasi Indonesia. RRI telah membangun visi kebangsaan dari perbatasan bahkan sebelum era Presiden Joko Widodo mengkampanyekan konsep pembagunan dari perbatasan. Jika lembaga penyiaran swasta mencari pendengar untuk keuntungan profit, rating, dan bisnis, maka RRI tidak. “RRI mencari pendengar untuk mengalirkan visi kebangsaan pada seluruh rakyat Indonesia!” tegas Rohanudin lantang.

Meski terdengar retorik dan sloganistik, tetapi Rohanudin tampaknya tidak sekadar sesumbar omongan. Ia telah mewajibkan pada 94 stasiun RRI di Indonesia agar memutar lagu kebangsaan dan lagu daerah satu jam sekali di setiap programma-nya. “Kalau tidak (memutar lagu), saya keluarkan. Saya pantau dari mana saja lewat RRI Play (aplikasi android RRI).” Rohanudin juga menegaskan bahwa RRI adalah agen publik dan reformasi, bukan agen rezim (pemerintah). RRI kini, pasca reformasi, sebagai lembaga penyiaran publik (LPP) harus bekerja agar memiliki manfaat untuk publik. Rohanudin menjelaskan maka berita RRI tidak boleh ikut dalam kegaduahn, fragmentasi politik, sosial dan budaya. “Bapak-bapak di DPR silakan berbicara di RRI, asal bukan kampanye politik partainya,” tegas Rohanudin. Tidak hanya itu, ia juga mewajibkan angkasawan dan angkasawati RRI memutar Mars RRI setiap buletin berita selesai untuk mempromosikan RRI pada publik.

Sumarlina, Kepala LPP RRI Yogyakarta yang baru, mengamini apa yang diungkap Rohanudin. Bagi Sumarlina, melanjutkan apa yang dikatakan Umi Iryani pada sambutannya, bekerja di RRI Yogyakarta bersama seluruh staf harus bekerja dengan hati, kebersamaan keluarga, dan, “Mari kita singsingkan lengan baju untuk memajukan bangsa.” Menurutnya selain bekerjasama, yang terpenting untuk RRI Yogyakarta kini adalah ide dan prestasi. “Ide adalah senjata agar RRI maju.”

Sumarlina memulai karir di RRI sebagai penyiar pada 1979. Ia juga adalah pengasuh program Arena Pelajar. Pada program berisi pertunjukan teater ini ia membacakan puisi. “Yang ngajari saya saat itu juga pak Rohanudin,” ungkap Rohanudin. “Beliau yang menegnalkan saya pada mikrofon,” kata Sumarlina dengan hormat. Pada perhelatan ini, penyiaranpublik.org juga sempat mewawancarai Kepala RRI Yogyakarta ini setelah acara sertijab rampung dilaksanakan. Petikan wawancara dengan Sumarlina, Kepala RRI Yogyakarta dengan Rumah Perubahan LPP dapat disimak di tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.