Siaran Pers
“RUU RTRI untuk Transformasi RRI & TVRI“
Peristiwa Pemilu 2014 yang diliputi suasana keberpihakan media massa komersial kepada para pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden menimbulkan keterbelahan di masyarakat. Hal tersebut tidak boleh terulang pada 2019 yang merupakan tahun politik nasional. Untuk itu keberadaan Lembaga Penyiaran Publik harus diperkuat agar dapat menjadi sumber utama masyarakat yang non-partisan, objektif, dan independen. Harapan itu hanya mungkin terwujud jika LPP, dalam hal ini RRI dan TVRI mempunyai payung hukum dalam bentuk undang-undang.
Sayangnya, meskipun sudah menjadi usul inisiatif DPR sejak tahun 2012, dan pada 2015 masuk dalam daftar Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Periode 2014-2019, tetapi sampai hari ini pembahasan Rancangan Uundang-Undang (RUU) Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) masih jalan di tempat. DPR masih dalam tahap pembahasan di tingkat Panja, sedangkan perhatian publik atas proses pembahasannya nyaris tidak ada.
Dalam tiga tahun terakhir, Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP), lembaga nirlaba yang fokus kepada riset dan advokasi untuk percepatan transformasi RRI dan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik Nasional (LPPN) mencatat beberapa hal penting sebagai berikut:
Pertama, perubahan tata kelola RRI dan TVRI dari lembaga penyiaran milik pemerintah menjadi lembaga penyiaran publik Nasional yang disebut Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) masih menghadapi kendala. Kendala yang dimaksud, antara lain (1) kuatnya feodalisme dan birokratisasi, (2) rendahnya profesionalisme dalam operasional siaran, (3) disharmoni antara Dewan Pengawas versus Direksi dan bahkan untuk TVRI disharmoni tersebut merembet ke level karyawan, serta (4) beban terlalu besar pada pembiayaan SDM PNS yang sudah tidak kompeten.
Kedua, upaya menjadikan RTRI selaku pemegang hak pengelola multiplex tunggal dalam sistem penyiaran digital merupakan langkah sangat positif yang perlu diapresiasi. Akan tetapi, kebijakan tersebut harus diawali penataan kelembagaan terlebih dahulu agar RTRI benar-benar mampu menjalankan tugasnya.
Ketiga, pembahasan RUU RTRI sebagai jalan keluar struktural mengatasi problem yang kompleks pada RRI dan TVRI amat lamban, tersandera pembahasan RUU Penyiaran sebagai regulasi payung yang juga lamban. Perhatian dari para anggota DPR khususnya Komisi I dan publik secara umum masih rendah, padahal keberadaan UU ini sangat penting bukan hanya untuk perbaikan tata kelola RRI dan TVRI sebagai lembaga publik, tetapi pemenuhan hak dasar atas informasi yang berkualitas, mengingat kinerja televisi dan radio swasta sangat buruk dalam pelayanan informasi politik sepanjang 2014-sekarang. Ironisnya, pimpinan RRI dan TVRI juga tidak terpadu dan agresif merespon pembahasan RUU RTRI.
Keempat, Indonesia sebagai negara pasca otoriter, dalam masa transisi politik dan ekonomi yang panjang sejak 1998 belum berpengalaman memiliki media penyiaran milik publik. Sejak berdiri tahun 1945 (RRI) dan tahun 1962 (TVRI), Indonesia menganut kebijakan tata kelola penyiaran milik pemerintah, di bawah kendali rezim otoriter. Akibatnya, pengetahuan terkait bagaimana manajemen penyiaran yang pro publik, riset di perguruan tinggi dan ketersediaan literatur terkait penyiaran publik sangat minim. Keadaan ini patut diduga berkontribusi bagi rendahnya atensi para pihak terhadap nasib RRI dan TVRI serta masih kuatnya persepsi atas kedua lembaga sebagai agen pemerintah.
RPLPP dibentuk sejak 2013 untuk merespon berbagai dinamika di atas, dengan fokus kepada aktifitas riset lapangan kondisi empirik RRI dan TVRI, publikasi dan kampanye melalui media cetak, televisi-radio dan media sosial, dan advokasi regulasi melalui drafting RUU RTRI versi publik didukung penuh Yayasan Tifa Jakarta. RPLPP telah melahirkan tiga buku: #Save RRI TVRI (2015), Penyiaran Publik: Regulasi dan Implementasi (2016), Tata Kelola Lembaga Penyiaran Publik Dunia (2017). Lembaga ini juga memiliki draf RUU RTRI versi publik yang akan diserahkan ke DPR dan diharapkan menjadi sandingan RUU serupa di DPR.
Untuk mendukung kegiatan advokasi dan kampanye RUU RTRI secara partisipatif, publik dapat mengakses materi di laman www.penyiaranpublik.org.
Masduki, M.Si, MA
Pendiri dan Pegiat RPLPP
Kontak. 082326988618.