Oleh: Darmanto
Tanggal 11 September 2020 Radio Republik Indonesia (RRI) genap 75 tahun. Usia yang sudah cukup Panjang, dan tentu banyak hal yang telah tertorehkan. Perjalanan panjang dari radio perjuangan, radio pemerintah, dan kemudian menjadi radio publik sejak 2005 menjadikan RRI kaya pengalaman dan pengetahuan sebagai media massa.
Namun, perkembangan Teknologi Infomasi dan Komunikasi berbasis digital dan dalam jaringan internet telah mengubah landscape dunia media massa, dan RRI termasuk kena dampaknya. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan beradaptasi agar RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tetap diperhitungkan eksistensinya.
Bagaimana strategi RRI dalam menghadapi dahsyatnya gelombang teknologi digital berbasis internet, dan bagaimana hasil penerapan strategi tersebut?
Sejauh ini tidak ada dokumen resmi yang dirilis dan dapat diakses oleh publik terkait masalah tersebut. Akibatnya, publik tidak dapat memberikan penilaian objektif berbasis data. Padahal sebagai LPP, RRI seharusnya transparan atas segala sesuatu yang dilakukan untuk menjaga eksistensinya.
Di tengah ketiadaan data yang mudah diakses, publik akhirnya membuat penilaian atas kinerja RRI berdasarkan apa yang mereka ketahui dan/atau merujuk pada fenomena yang muncul. Berdasarkan alasan tersebut, Langkah membuat aplikasi RRIPlay Go dan RRI Net dapat ditafsirkan sebagai strategi RRI menghadapi gelombang media digital. Melalui aplikasi RRIPlay Go, siaran RRI programa berapa saja dan dari wilayah siar mana pun dapat diakses menggunakan handphone pintar. Maka tagline yang digunakan untuk memperkenalkan aplikasi tersebut adalah “RRI dalam genggaman.”
Sementara itu aplikasi RRI Net adalah radio bergambar. Siarannya tetap merujuk pada karakteristik media radio, tetapi aktivitas penyiar di dalam studio dapat dilihat secara visual dan menggunakan jaringan internet.
Persoalannya, sejauhmana strategi yang telah dilakukan tersebut dilakukan pengukuran untuk mengetahui hasilnya. Lagi-lagi tidak ada data resmi yang dikeluarkan pihak RRI terkait masalah ini. Namun, jika kita mengamati output siaran melalui RRIPlay Go dan RRI Net tampak kalau kinerjanya masih jauh dari harapan. Konsep siaran sepenuhnya masih menggunakan pendekatan analog, dan belum menyesuaikan dengan karakteristik media digital. Akibatnya, sejauh ini belum ada produksi program yang disiarkan melalui RRIPlay Go dan RRI Net yang berhasil menarik perhatian publik. Apakah karena media radio yang berbasis audio telah ditinggalkan peminatnya? Sesungguhnya tidak. Sampai kapan pun media radio (audio) tidak akan pernah mati atau ditinggalkan peminatnya.
Bukti bahwa media radio/audio tidak pernah mati adalah munculnya sastra audio yang merupakan alih kode dari karya sastra tulis menjadi sandiwara radio/audio podcast yang dilakukan oleh para sineas di masa pandemic Covid 19.
Kalau mengingat sejarah panjang dan pengalamannya dalam memproduksi program sandiwara radio, semestinya inovasi tersebut muncul dari broadcaster RRI.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, bahkan tidak terlihat adanya greget dari broadcaster RRI merespon fenomena sastra audio dengan berlomba-lomba membuat program sejenis dan mengunggahnya di media daring.
Bukti lain masih eksisnya media radio adalah meningkatnya peminat podcast audio di kalangan anak-anak muda. Banyak remaja, pemuda, dan eksekutif muda yang sibuk, tetapi ingin tetap dapat mengikuti perkembangan sosial, politik, budaya, dunia bisnis dan lain-lain; kini lebih mengandalkan platform podcast audio sebagai sumber informasi. Menurut mereka, seperti halnya media radio, podcast audio lebih fleksibel karena dapat disimak sambil beraktivitas, termasuk mengendarai mobil. Lagi-lagi, fenomena kebangkitan podcast audio tidak dipelopori oleh broadcaster RRI, melainkan oleh para digital content creator.
Belajar dari dua kasus tersebut di atas, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa RRI tampak tidak memiliki strategi yang kuat dalam menghadapi tekanan media digital. Jika tidak segera berbenah, RRI akan menghadapi kesulitan untuk menarik perhatian masyarakat.
Tulisan ini telah terbit sebelumnya di harian Kedaulatan Rakyat pada 12 September 2020 di halaman opini. Kami terbitkan ulang untuk kepentingan kampanye penguatan penyiaran publik menuju public service media dan menuju pengesahan RUU RTRI.