Pengaturan LPPL dalam UU Penyiaran dan UU Cipta Kerja, serta Peraturan Pelaksanaannya [1]
Oleh: Darmanto[2]
Problematika yang dihadapi oleh Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) khususnya LPPL Radio, dapat dipilah menjadi dua faktor, yaitu faktor struktural dan sosiokultural. Faktor struktural adalah kekuatan yang berasal dari negara dan dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan baik yang tertuang dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya, maupun kebijakan yang tidak tertulis (Nugroho,2011). Sedangkan faktor sosiokultural adalah kekuatan yang bersumber dari masyarakat dan budayanya yang membentuk cara berpikir, bersikap, berpandangan, bertingkah laku, dan membangun sistem nilai tertentu.
Namun, mengingat keterbatasan waktu dan sesuai dengan tujuan Diskusi Terpumpun (Focus Group Discussion, FGD) maka dalam kesempatan ini hanya akan disorot mengenai faktor struktural yang diciptakan negara melalui produk peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum keberadaan dan operasional siaran LPPL. Sejak awal terdapat kecenderungan tidak ekual (tidak setara) dalam pengaturan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) di Indonesia. Hal itu terlihat dari ketentuan Pasal 14 ayat (1-3) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. Sampai di sini sangat jelas bahwa ternyata yang dimaksud dengan LPP adalah RRI dan TVRI, sedangkan LPPL dapat dibilang sebagai entitas yang berbeda dan sifatnya opsional karena dinyatakan dengan kata “dapat didirikan…” Kalau saja ayat itu tanpa embel-embel kata “dapat” tentu maknanya menjadi sangat berbeda, yakni suatu mandatori yang bersifat wajib bagi setiap provinsi, kabupaten/kota untuk mendirikan LPPL. Ketentuan tersebut memang sudah direvisi melalui PP No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) Pasal 68 ayat (3) yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan LPP terdiri dari LPP RRI, LPP TVRI, dan LPPL. Akan tetapi, karena UU 32/2002 masih berlaku maka secara otomatis ketentuan yang ada di Pasal 14 ayat (1) juga masih dipertahankan.
Pengaturan pada Pasal 14 ayat (1) tersebut sebenarnya sangat bisa dimengerti jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 yang menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional (ayat 1), yakni terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal (ayat 3). Artinya, LPPL sebagai entitas tersendiri tidak masalah, karena toch mereka mestinya menjadi stasiun lokal yang dapat berjejaring dengan stasiun penyiaran lainnya, baik sesame LPPL maupun dengan RRI dan TVRI, sehingga memiliki pengaruh besar dalam menjalankan fungsinya sebagai media massa, yaitu memberikan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial (Pasal 4 ayat 1) UU 32/2002. Namun, kenyataannya tidak demikian. Dalam pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, LPPL kemudian ditelikung, dikerdilkan, didiskriminasi, dan diposisikan sebagai onderbow dari LPP RRI dan TVRI.
Bentuk penelikungan, pengerdilan, dan pemosisian LPPL sebagai onderbow RRI dan TVRI dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: kebijakan pengaturan, pendefinisian, mekanisme transformasi dari Lembaga Penyiaran Pemerintah (LPPem) menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP), pendirian LPPL, perizinan, dan pengalokasian frekuensi. Tabel di bawah ini memperlihatkan betapa signifikannya perbedaan pengaturan antara LPP RRI dan TVRI dengan LPPL. Oleh karena itu perlu ada perjuangan keras dari para broadcaster LPPL dan dukungan advokasi yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan agar terwujud pengaturan yang ekual antara LPP RRI dan TVRI dengan LPPL radio maupun televisi.
Tabel: Perbedaan Pengaturan LPP RRI dan TVRI dengan LPPL
No. | Aspek | Jenis Lembaga | Pengaturan | Dasar Hukum |
1. | Kebijakan Pengaturan | RRI | Relatif lengkap | PP 11/2005 dan PP 12 /2005 |
TVRI | Relatif lengkap | PP 11/2005 dan PP 12 /2005 | ||
LPPL | Minimalis karena disatukan dgn RRI dan TVRI | PP 11/2005 | ||
2. | Pendefinisian | LPP RRI dan TVRI | LPP adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. | 1. Pasal 14 ayat (1) UU 32/2002
2. Pasal 1 angka 2 PP 11/2005 3. Pasal 1 angka 25 PP 46/2021 |
LPPL | LPPL adalah lembaga penyiaran yg berben tuk badan hukum yng didirikan oleh pemda, menyelenggarakan kegiatan penyiaran radio atau penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial,dan berfung si memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat yng siarannya berjaringan dengan RRI untuk radio dan TVRI. | 1. Pasal 1 angka (3) PP 11/2005
2. Pasal 1 angka 26 PP 46/2021 |
||
3. | Mekanisme transformasi | RRI & TVRI | Ditetapkan oleh
UU dan PP |
1. Pasal 14 ayat (1) UU 32/2002
2. Pasal 7 ayat (1) PP 11/2005 3. Pasal 55 ayat (1) |
Proses pengajuan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD atas usul masyarakat | Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 55 ayat (2) PP 11/2005 | |||
4. | Mekanisme pendirian stasiun baru dan Perizinan | RRI & TVRI | Mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk penggunaan frekuensi | Pasal 8 ayat (2) PP 11/2005 |
LPPL | Proses pengajuan kepada Pemerintah melalui KPI | Pasal 8 ayat (3-4), Pasal 9-10 PP 11/2005 | ||
5. | Syarat pendirian | RRI dan TVRI | Tidak ada ketentuan khusus | |
LPPL | – Belum ada RRI/ TVRI
– Tersedia alokasi frekuensi – Tersedianya SDM yang professional – Tersedianya sumber daya lainnya |
1. Pasal 7 ayat (4) PP 11/2005
2. Pasal 69 PP 46/2021 |
||
6. | Penyelenggara sistem jaringan | RRI dan TVRI | Hak monopoli | Pasal 17 PP 11/2005 |
LPPL | Tidak berhak sebagai penyelenggara | Pasal 17 ayat (7) | ||
7. | Jaringan siaran | RRI dan TVRI | Tidak ditentukan | |
LPPL Radio | dengan RRI | Pasal 1 angka 3 PP 11/2005 | ||
LPPL TV | dengan TVRI | |||
8. | Wajib Relai | RRI dan TVRI | Tidak ada pengaturan khusus | |
LPPL Radio | Hanya relai RRI | Pasal 21 ayat (4) | ||
LPPL Televisi | Hanya relai TVRI | Pasal 21 ayat (5) | ||
9. | Kerja sama | RRI dan TVRI | Tidak ditentukan | |
LPPL | Hanya dengan RRI/TVRI | Pasal 7 ayat (6) | ||
10. | Kanal Programa | RRI & TVRI | Beberapa programa | Pasal 15 ayat (1) PP 11/2005 |
LPPL | Satu Programa | Pasal 15 ayat (2) PP 11/2005 | ||
11. | Jumlah Frekuensi | RRI dan TVRI | Beberapa saluran frekuensi (20%) | Pasal 15 ayat (1 & 3, 4) |
LPPL | Satu saluran | Pasal 15 ayat (2) | ||
12. | Sitem penyaluran | RRI dan TVRI | Terrestrial dan satelit | Pasal 13 ayat (1) |
LPPL | Terestrial | Pasal 13 ayat (2) | ||
13 | Sanksi administrasi di masa uji coba | RRI dan TVRI | Tidak ada masa uji coba | |
LPPL | Sanksi Teguran Tertulis sampai pencabutan | Pasal 36 ayat (1-2) |
Simpulan dan Rekomendasi:
- Pengaturan mengenai LPPL dalam UU Penyiaran, UU Cipta Kerja, PP No. 11 Tahun 2005 dan PP No. 46 Tahun 2021 cenderung merugikan dan mempersulit perkembangannya sehingga diperlukan adanya perubahan mendasar.
- Pengaturan mengenai LPP RRI dan TVRI yang sentralistik dan kurang memberi penguatan kepada LPPL mengingkari sistem pemerintah Indonesia di era demokrasi yang menganut sistem desentralisasi.
- Pengaturan dalam UU Penyiaran 2002, UU Cipta Kerja, dan peraturan pelaksanaanya masih bias analog sehingga tidak relevan lagi untuk era digital.
- Perlu ada langkah-langkah strategis baik secara politik, sodial, dan budaya untuk pengarusutamaan isu lembaga penyiaran publik termasuk di dalamnya adalah LPPL agar mencapai standar internasional yang ditetapkan oleh UNESCO.
- Untuk melakukan langkah-langkah strategis tersebut pengorganisasi LPPL oleh PERSADA ID menjadi sangat penting, dan perlu merumuskan agenda perjuangan secara matang dalam bentuk kertas posisi (position paper).
[1] Materi disampaikan pada acara FGD Penyusunan Position Paper untuk UU Penyiaran yang diselenggarakan oleh PERSADA ID di HOM Premiere Timoho Yogyakarta, 6 Oktober 2023
[2] DARMANTO adalah Pegiat Penyiaran Publik di Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP) Yogyakarta (penyiaranpublik.org). Email: [email protected]