Term of Reference (TOR)
Konferensi Terbatas “Kesiapan LPP RRI dan TVRI
Menyambut Digitalisasi Penyiaran”
Kerjasama antara Prodi Komunikasi UII (Universitas Islam Indonesia), Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP), dan Radio Republik Indonesia (RRI)
A. Latar Belakang
Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia bisa dikatakan jauh
tertinggal dalam hal migrasi penyiaran dari analog ke digital. Negara-negara
lain di kawasan seperti Singapura, Malaysia, dan India telah selesai melakukan
migrasi ke siaran digital.
Di Indonesia, persiapan ke arah siaran digital telah dimulai sejak 2003,
dan direncanakan cut off penyiaran analog pada 2018. Namun, hingga saat ini
draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang diharapkan akan
menjadi payung hukum bagi pelaksanaan digitalisasi penyiaran belum disahkan
menjadi RUU.
Meskipun demikian, Pemerintah saat ini mempunyai peluang
untuk mempercepat proses migrasi tersebut dengan keluarnya Surat dari
Kejaksanaan Agung No. B-004/A/Gtn/01/2018 tertanggal 5 Januari 2018. Dalam
surat tersebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diminta
mempertimbangkan untuk menetapkan kembali pemenang seleksi/tender
LPPPM bagi sejumlah Perusahaan Penyelenggara siaran televisi.
Surat tersebut berpeluang menghidupkan kembali Permen No. 22/2011 tentang digitalisasi penyiaran yang sudah dinyatakan dicabut oleh Mahkamah Agung (MA) karena tidak mempunyai payung hukum yang kuat.
Dari banyak perspektif, digitalisasi penyiaran sangat menguntungkan
bukan hanya bagi industri, tetapi juga masyarakat. Pertama, sistem penyiaran
digital hemat energi. Dengan menggunakan penyiaran digital, kebutuhan akan
energi jauh lebih sedikit karena menara pancar bisa digunakan bersama
dibandingkan dengan analog yang harus menyediakan pemancar sendiri-
sendiri. Kedua, jumlah saluran atau kanal yang tersedia bisa jauh lebih banyak
dibandingkan dengan sistem analog karena dalam sistem penyiaran digital, satu
kanal analog bisa digunakan menjadi 6 saluran (kanal). Ini akan menciptakan
banyak pilihan bagi khalayak dan mendorong tumbuhnya industri televisi
secara lebih masif. Ketiga, kualitas siaran digital sangat bagus, baik dari sisi
kualitas gambar maupun suara. Ini akan menciptakan kenyamanan dan
kepuasan penonton yang jauh lebih besar.
Bagi lembaga penyiaran publik seperti RRI dan TVRI, migrasi ke sistem
digital sangat penting karena setidaknya dua alasan di luar alasan yang telah
disebutkan di muka. Pertama, melalui digitalisasi penyiaran, baik RRI maupun
TVRI akan mampu menyediakan saluran siaran yang jauh lebih beragam. Ini akan memungkinkan RRI dan TVRI untuk menyediakan isi siaran yang menjangkau lebih banyak kelompok-kelompok masyarakat, terutama kelompok
rentan termasuk difabel, yang secara ekonomis tidak menguntungkan.
Dengan demikian, visi lembaga penyiaran publik akan jauh lebih bisa dicapai
dibandingkan dengan siaran analog. Kedua, sistem siaran digital akan
membuka peluang bagi efisiensi jangkauan siaran. Secara teknologis, siaran
digital jauh lebih memungkinkan menjangkau masyarakat dalam kondisi
geografis yang tidak merata seperti bergunung-gunung dibandingkan dengan
sistem analog. Hal itu memungkinkan RRI dan TVRI akan mampu menjangkau
keseluruhan wilayah Indonesia sehingga integrasi wilayah melalui siaran akan
jauh lebih mungkin dilakukan.
Melihat beberapa keuntungan sistem digital di atas, maka merupakan
agenda mendesak untuk mendiskusikan RRI dan TVRI dalam kerangka migrasi
sistem digital.
Salah satu pertanyaan yang harus dijawab dalam konferensi ini
adalah: bagaimana sebenarnya kesiapan Lembaga Penyiaran Publik RRI dan
TVRI dalam menghadapi digitalisasi penyiaran? Sejauh mana persiapan itu
sudah dilakukan dan langkah-langkah apa yang telah diambil untuk
menyiapkan diri dalam menghadapi digitalisasi penyiaran? Termasuk,
persiapan apa yang dilakukan oleh TVRI jika lembaga ini nantinya menjadi
pengelola mux?
Lihat TOR edisi penuh di tautan ini.