Publikasi buku oleh Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP)
Disclaimer: Seluruh publikasi RPLPP bersifat non profit, tidak diperjualbelikan, dan sepenuhnya untuk kepentingan edukasi dan sosial. Anda dapat mengunduh gratis sumber pengetahuan dalam portal ini dan menyebutkan Institusi RPLPP dalam pengutipan. Dilarang memperjualbelikan dokumen bersifat edukasi ini.
1. #SAVE RRI-TVRI: Inisiatif Masyarakat Sipil untuk Transformasi Lembaga Penyiaran Publik di Indonesia
Buku ini merupakan kombinasi pemikiran utama, gagasan strategis perubahan, posisi masyarakat sipil dan rekaman proses, serta hasil kegiatan yang dikelola Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP) Yogyakarta didukung penuh Yayasan Tifa Jakarta, sejak dimulainya program kerjasama bulan Oktober 2013 hingga tuntas bulan September 2014. Kegiatan ini berlabel: Mendorong akselerasi transformasi RRI dan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang Kuat dan Profesional melalui Undang- Undang Radio Televisi Republik Indonesia (UU RTRI). Model kerja yang dikembangkan ialah kombinasi akademik (riset, diskusi, analisis, drafing) dan advokasi (sosialisasi, kampanye dan berjaringan) menggunakan beragam platform media untuk menggugah masyarakat sipil menjadi aktor perubahan.
Buku #SAVE RRI-TVRI bisa anda unduh di sini
2. Seri Buku Pintar: Penyiaran Publik: Regulasi dan Implementasi
Sebuah negara demokratis harus memiliki Lembaga Penyiaran Publik sebagai pemenuhan HAM yang diatur dalam konstitusi: yaitu kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi yang sehat. Kehadiran LPP harus menjadi media utama bagi publik, tidak semata karena lembaga penyiaran lain telah gagal memainkan peran kepublikan atau bukan semata untuk pemenuhan prinsip pluralisme dalam sistem media massa. Secara filosofi, LPP menjalankan fungsi sebagai ruang publik (public sphere), gagasan yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas dalam negara demokrasi modern, suatu peran strategis yang tidak akan bisa dijalankan media yang dimiliki oleh individu atau konglomerasi komersial.
Secara kultural dan dalam konteks negara pascakolonial, kehadiran LPP diperlukan untuk melakukan rekoleksi, proteksi dan pengelolaan kekayaan kebudayaan lokal suatu negara dari serbuan globalisasi media massa. Dalam perebutan pengaruh politik di tingkat regional dan global, LPP diperlukan sebagai media diplomasi seperti dipraktikkan BBC melalui BBC World, Jerman melalui Deutsche Welle dan Amerika Serikat (Voice of America). LPP juga berperan dalam mengelola nasionalisme warga negara, baik di kawasan perbatasan maupun di luar negeri.
Lebih jauh, pada rekrutmen anggota parlemen dan presiden/ kepala daerah yang menganut model pemilihan langsung, LPP yang independen diperlukan sebagai forum pendidikan politik dan ruang kampanye yang setara dan murah bagi semua kandidat, sehingga dapat mengurangi beban finansial kampanye. Pada dasarnya, LPP penting dikembangkan sebagai pemenuhan amanat konstitusi. Negara yang tidak memiliki LPP biasanya menganut sistem politik otoriter.
Buku ini bisa anda unduh di tautan ini
3. Tata Kelola Lembaga Penyiaran Publik Dunia (2017)
Menghadapi perubahan lanskap penyiaran global pascadigitalisasi, tantangan terbesar lembaga penyiaran publik di berbagai negara pascaotoriter termasuk RRI dan TVRI di Indonesia tetap masalah klasik: bagaimana mengubah tata kelola kelembagaan dari model birokrasi pemerintah ke manajemen penyiaran profesional dan independen. Kegagalan lembaga penyiaran publik di negara berkembang adalah karena tiga faktor: “bureaucracy, bureaucrats, and bureaucratic.” (Jawhar Sircar, President Prasar Bharati, 2016) Transformasi Dewan Penyiaran Publik, reformasi SDM dan transparansi informasi menjadi kunci agar lembaga penyiaran publik makin dipercaya publik.
Buku ini menyajikan kajian tata kelola lembaga penyiaran publik dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang (Inggris, Jerman, Jepang, Australia, India, Thailand). Uraian model UU penyiaran publik, Dewan Penyiaran Publik, Dewan Eksekutif, dan Dewan Khalayak disertai kajian regulasi RRI dan TVRI sebagai inspirasi pengamb keputusan di parlemen, pemerintah, broadcaster RRI dan TVRI serta pemerhati media publik, terutama dalam merumuskan UU RTRI.
Buku ini bisa anda unduh di tautan berikut.
4. Rancangan Undang-undang Radio Televisi Republik (RUU RTRI) dan Naskah Akademik Versi Publik
Upaya memperkuat eksistensi lembaga penyiaran publik di Indonesia terus bergulir. Dari Perspektif regulasi, inisiatif DPR RI membuat Rancangan Undang-Undang Radio dan Televisi Republik Indonesia
(RUU RTRI) sejak tahun 2012 merupakan terobosan penting untuk mengatasi tiga problem sebagai berikut: Pertama, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran hanya mengatur aspek normatif terkait status hukum, misi, struktur organisasi dan sumber keuangan. Tidak terdapat pengaturan tata kelola yang memadai
terutama memperkuat akses publik sebagaimana regulasi serupa di negara lain.
Kedua, masih terdapat konflik regulasi terkait status kelembagaan, keuangan, dan SDM antara UU 32/2002 dengan UU lain yang menghambat UU lain yang menghambat proses transformasi RRI-TVRI menjadi LPP. Ketiga, rencana migrasi teknologi penyiaran dari analog ke digital dan integrasi manajemen RRI dan TVRI memerlukan payung hukum yang kuat setara Undang-undang.
Buku ini memuat draf RUU RTRI dan Naskah Akademik yang berasal dari program riset dan lokakarya publik yang diinisiasi oleh Rumah Perubahan LPP (institusi nirlaba untuk akselerasi transformasi RRI TVRI) sepanjang 2013-2017.
Buku ini diproyeksikan menjadi rujukan dan pembanding bagi pengambil keputusan (DPR & Pemerintah) sehingga RUU RTRI makin mendekati kepentingan publik dan segera disahkan.
Buku ini bisa anda unduh pada tautan berikut
Pada halaman ini anda akan menemukan kumpulan kertas posisi yang di dalamnya Rumah Perubahan terlibat dan ikut menyumbang gagasan. Beberapa di antaranya adalah gagasan-gagasan untuk perubahan dan usulan reformasi kebijakan pengelolaan LPP dan LPP Lokal. Perubahan kebijakan penting dilakukan demi tata kelola LPP dan LPP Lokal yang sehat, independen, dan kuat.
5. Laporan Riset Penonton TVRI Yogyakarta 2023
Mendekatkan televisi publik kepada khalayak (kebutuhan dan kepentingan) menjadi pertaruhan, dan TVRI Yogyakarta harus melaksanakan langkah-langkah tersebut melalui berbagai cara, termasuk penelitian. TVRI Yogyakarta sebagai salah satu televisi publik legendaris di Indonesia, mencoba mencapai harapan ini melalui riset penonton tahun 2023. Pihak TVRI melihatkan lembaga riset eksternal untuk menjaga akurasi dan objektivitas. Riset ini dilakukan oleh tim Program Studi Ilmu Komunikasi UII, yang melibatkan peneliti Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai salah satu ikhtiar memahami fenomena kepublikan. Lebih jauh, urgensi riset ini bisa dilihat dari hasilnya. Hasil riset ini menggambarkan perubahan situasi profil, persepsi dan kebutuhan khalayak ketika media massa memasuki iklim digital, menggerus TVRI sendiri sebagai media konvensional. Senjakala media konvensional tampak dari pendapat responden survei, tetapi kebutuhan informasi jurnalisme tetap abadi dan ini menjadi tugas TVRI Yogyakarta untuk memenuhinya.
Unduh Laporan lengkapnya pada tautan ini.
6. KERTAS POSISI UNTUK PENYUSUNAN UU PENYIARAN PENGGANTI UU NO. 32 TAHUN 2002
Nomenklatur Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) muncul pertama kali dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tepatnya pada Pasal 14 ayat (3) dan kemudian dieksplorasi lebih mendalam melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Pengaturannya dalam UU 32/2002 (Pasal 14 dan 15) merupakan satu klaster dengan LPP Radio Republik Indonesia (RRI) dan LPP Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Namun, dalam pengaturan lebih lanjut melalui PP 11 Tahun 2005, terjadi ketimpangan yang yang sangat tajam sehingga layak dikatakan diskriminatif (Masduki, 2023). RRI dan TVRI diperlakukan bagai anak emas dan diberi karpet merah untuk langsung menjadi LPP tanpa melalui usaha keras. Sementara LPPL bagaikan anak di bawah asuhan ibu tiri yang tidak menyukainya sehingga selalu dihadapkan pada berbagai kesulitan. Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) atau Radio Khusus Pemerintah Daerah (RKPD) yang sudah eksis sejak Orde Baru, tidak bisa langsung bertransformasi menjadi LPPL seperti RRI dan TVRI. Proses pendiriannya harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas usul DPRD dan untuk itu terlebih dahulu perlu dibuat Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukumnya. Sementara untuk melahirkan Perda sangat tergantung dari political will masing-masing pimpinan daerah, tetapi umumnya tidak lepas dari politicking dan traksaksional.
Kertas posisi (position paper) ini merangkum berbagai aspirasi, telah melewati pemetaan masalah dalam forum webinar, diskusi terpumpun (focus group discussion, FGD) dan observasi lapangan terkait permasalahan dan solusi keberlanjutan LPPL di Indonesia. Kertas posisi ini dibuat sebagai bagian dari advokasi kebijakan, aspirasi resmi INDONESIAPERSADA.ID selaku organisasi payung LPPL di Indonesia. Aspirasi ditujukan kepada DPR selaku pembuat regulasi, dan juga komunitas nasional serta internasional yang peduli pada LPPL. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pengurus Nasional INDONESIAPERSADA.ID, Dinas Kominfo Provinsi Jawa Tengah, pengelola Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan pegiat Rumah Perubahan LPP yang secara kolaboratif telah memfasilitasi produksi dan diseminasi kertas posisi ini.
Unduh Kertas Posisi LPPL di sini.